MenkumHAM Yasonna Waspadai Dugaan Pelanggaran HAM terkait Pengungsi Rohingya

JAKARTA (Harianterkini.id) – Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna H. Laoly akan mewaspadai adanya dugaan pelanggaran HAM terkait banyaknya pengungsi dari Rohingya ke Indonesia.

Meski banyak pengungsi ditolak warga setempat, KemenkumHAM tetap akan bertindak bila ditemukan pelanggaran HAM seperti sindikat penyelundupan imigran.

“Memang ini adalah sindikat, sudah (ada yang) ditangkap polisi. Namun, kita harapkan juga bahwa ini akan bisa kita hindarkan di kemudian hari, karena mereka juga adalah korban-korban dari mafia-mafia yang membawa mereka,” ujar Menteri Yasonna, Senin (11/12).

Baca Juga:  Strategi Polres Meranti Hadapi Puncak Kemarau dan Potensi Karhutla

Menurut Menteri Yasonna, ada pengungsi-pengungsi yang menjual harta bendanya, kemudian datang ke sini dengan ditawarkan iming-iming kehidupan yang lebih layak.

“Tapi sekarang kita lihat reaksi sosial dari masyarakat kita (yang menolak). Perbedaan kultur, perbedaan budaya selalu terjadi,” jelas Menteri Yasonna.

Ia mengakui kedatangan pengungsi tersebut meresahkan sejumlah warga setempat, khususnya di Aceh dan Sumatera Utara. Sehingga KemenkumHAM akan mencari jalan terbaik bersama instansi terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut, dengan tetap memperhatikan aspek HAM.

Baca Juga:  Kesal! Menteri Nadiem Sebut Calistung Jadi Syarat Masuk SD

“Dampak sosial, kita tidak mengikuti, belum apa ya, meratifikasi konvensi. Tapi, saya kira Indonesia sudah cukup banyak melakukan hal yang baik dalam menampung pengungsi. Di kita ini sekarang ada 15 ribuan, hampir 13 ribuan lebih pengungsi, Afghanistan, Iran, yang terakhir Rohingya,” terang Menteri Yasonna.

Baca Juga:  Dispora Riau Seleksi 192 Atlet untuk Popnas

Ia juga berharap, pemerintah daerah, pemerintah pusat dan UNHCR, mencari solusi yang tepat secara bersama-sama untuk mengatasi polemik ini.

Seperti diketahui, gelombang kedatangan pengungsi Rohingya makin kencang masuk ke Indonesia lewat Aceh pada akhir 2023, melalui jalur laut. Sebagian besar mereka adalah perempuan dan anak-anak, yang disebut UNHCR sebagai warga tanpa negara (stateless).

Bagikan: