Pemrov Jateng Gencar mempromosikan Produk Kopi Lokal di Jateng Fair 2024
SEMARANG (Harianterkini.id) – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah semakin gencar mempromosikan produk kopi lokal di tengah melonjaknya harga biji kopi global. Salah satunya adalah dengan mengangkat tema “Sensational of Central Java Coffee” pada acara Jateng Fair 2024.
Tema ini dipilih bukan tanpa alasan, karena produksi kopi di Jawa Tengah sangat melimpah. Dengan kekayaan alam yang ada, 20 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah memiliki produksi kopi khas masing-masing.
Di antara 230 stan yang berpartisipasi dalam pameran, banyak yang menyajikan racikan kopi lokal yang bisa dinikmati, bahkan ada yang gratis.
Pada pembukaan Jateng Fair 2024, Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana turut mencicipi kopi lokal. Pj Ketua Dekranasda Shinta Nana Sudjana juga tidak ragu menikmati kopi dengan susu.
“Setiap stan memiliki kopi. Daerah kita menghasilkan berbagai jenis kopi. Kopi Jateng memiliki sensasi tersendiri,” ujarnya kepada wartawan, Senin (29/7/2024).
Ia menambahkan, konsumsi kopi kini tidak hanya digemari oleh orang tua saja. Variasi racikan kopi membuat semua kalangan bisa menikmatinya.
Hal ini, menurutnya, merupakan peluang bagi petani kopi untuk meningkatkan produksi, tidak hanya menghasilkan produk kopi mentah, tetapi juga mengolahnya menjadi minuman dengan nilai jual lebih tinggi. Dengan demikian, popularitas kopi mancanegara perlahan dapat terkikis.
“Namun, popularitas merek lokal masih kalah dibandingkan dengan produk luar negeri. Pemerintah berupaya meningkatkan hal ini. Bahan baku ada, kualitas baik. Sekarang, bagaimana membranding kopi kita agar dikenal tidak hanya di lokal, tetapi juga di internasional,” jelasnya.
Staf Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng Ridho Sudarno mengakui hal tersebut. Saat ini, harga biji kopi khususnya robusta sedang meroket.
Harga green beans jenis robusta kini mencapai Rp70 ribu – Rp80 ribu per kilogram, dari sebelumnya hanya Rp30 ribu per kilogram. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah penurunan produksi biji kopi dunia.
Indonesia adalah penghasil kopi terbesar keempat di dunia, setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.
Tingginya harga kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti permintaan yang tinggi, kondisi iklim, dan penurunan produksi di negara produsen kopi.
“Di Jawa Tengah, satu hektare lahan bisa menghasilkan 12 ribu ton kopi di satu wilayah. Jateng memiliki setidaknya 20 kabupaten produsen kopi,” ujarnya.
Ridho yang juga seorang petani kopi, mengaku senang dengan naiknya harga biji kopi. Namun, ia juga mengakui bahwa faktor iklim menyebabkan produksi biji kopi di Jateng kurang maksimal.
Oleh karena itu, Distanbun Jateng gencar memberikan bantuan bibit kopi kepada kelompok tani di wilayah produsen kopi. Selain itu, upaya edukasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk.
“Meskipun produksi turun, harga naik. Kami dari Distanbun terus mendampingi petani untuk selalu memetik biji kopi yang sudah merah,” ujarnya.
Selain itu, Distanbun Jateng juga memberikan label pada produk kopi lokal Jateng. Hal ini bertujuan untuk mencegah klaim dari pihak lain dan meningkatkan branding.
Mengenai peluang ekspor, Ridho mengatakan bahwa hal itu sangat mungkin. Namun, produksi saat ini sedang turun, sehingga pemenuhan ekspor biji kopi ke luar negeri terhambat.
“Malaysia meminta minimal 30 ton, kalau bisa 100 ton. Namun kami belum mampu memenuhinya dengan produksi lokal. Meski demikian, kami optimis dengan bantuan bibit dari pemerintah, dalam tiga tahun ke depan permintaan ekspor bisa tercukupi,” pungkas Ridho.