‎Sejak Tahun 1940, Angkringan Legendaris Mbah Dikin Petek Semarang Tetap Jadi Favorit Buat Nongkrong

InShot_20250129_175403071
Bagikan:

SEMARANG, (Harianterkini.id) – Salah satu tempat nongkrong legendaris di Kota Semarang adalah Angkringan Mbah Dikin di Jalan Petek yang berdiri sejak tahun 1940. Sampai sekarang masih bertahan.

‎Dulunya angkringan Cak Dikin terkenal dengan nama Nasi Becak Mbah Wiryo yang berlokasi Jalan Sebandaran Semarang.

“Awalnya di Jalan Sebandaran tahun 1940 sampai 1965, Kemudian di Jalan Imam Bonjol tahun 1965 sampai 1970. Pindah lagi di Jalan Patek pada 1970 hingga sekarang, ” kata Sriyanto generasi ke 6 Angkringan Mbah Dikin, Rabu, 29 Januari 2025.

‎Sriyanto merupakan putu Mbah Wiryo generasi ke 6 yang bersama tiga saudaranya sekarang meneruskan usaha angkringan yang saat ini terkenal dengan Cak Dikin.

‎Menurut dia, pelanggannya dari dulu sampai sekarang masih banyak. Pelanggannya sebagian besar, 75% orang lama, sisanya pelanggan baru.

‎“Dulu yang jualan Mbah Wiryo, dilanjutkan anaknya Mbah Dikin atau Cak Dikin, lalu Mbah Poniyo itu juga anaknya. Sekarang diteruskan saya, Sukadi, Selamet, dan Ari,” jelasnya.

‎Menu di Angkringan Mbah Dikin sejak dulu hingga sekarang masih bertahan seperti gorengan Pia-Pia, nasi bungkus, dan minuman teh, wedang jahe gebuk atau wedang jahe rempah.

‎Menurut Sriyanto, menu makan yang dijual merupakan mandat dari Mbah Wiryo supaya tetap mempertahankan jangan dikurangi takaran rasanya.

‎”Ini kan usaha keluarga, menu-menunya juga titipan keluarga sendiri. Kayak wedang teh nya, Mbah berpesan takaran gula harus dua sendok jangan dikurangi, kental nya teh juga jangan di kurangi. Itu pesan Mbah sudah turun temurun,” ujarnya.

‎Harga makan di Angkringan Cak Dikin/Mbah Dikin tergolong sangat murah, misal gorengan yang harganya hanya Rp1.000, kemudian nasi bungkus Rp2.000, lalu untuk wedang the Rp3.000.

‎Angkringan Cak Dikin diketahui merupakan angkringan pertama kali di Kota Semarang. Buka mulai pukul 05.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dini hari.

‎“Menu dari dulu sama tak pernah ganti, kalau dulu daun pisang sekarang sudah kertas pembuku nasi, menu yang bikin keluarga sendiri. Paling favorit sejak jaman dulu wedang teh dan pia-pia. Angkringan murah meriah dan legendaris monggo mampir,” tutup Sriyanto. ***

Baca Juga:  Ambisi Indonesia-Australia Jadi Pusat Produksi Dunia Era Kendaraan Listrik