JAM-Pidum Kejagung RI Setujui Empat Perkara Diselesaikan Melalui Keadilan Restoratif
SEMARANG (Harianterkini.id) – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana telah menyetujui empat permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif dalam sebuah ekspose yang digelar pada Kamis, 15 Agustus 2024. Salah satu kasus yang diselesaikan melalui mekanisme ini adalah kasus pencurian yang melibatkan Tersangka Aprinaldi alias Rinal bin Firdaus dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi. Hal ini disampaikan melalui rilis tertulis oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Kamis (15/8).
“Kasus ini bermula pada Sabtu, 1 Juni 2024, ketika Tersangka Aprinaldi bersama saksi Thomas Alpa Rino pergi ke tempat barang bekas Kembar Jaya di Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, untuk menjual tembaga. Saat menunggu di luar gudang, Tersangka melihat sebuah handphone merk Vivo Y20S warna Obsidian di dashboard sepeda motor milik anak korban, Marfen. Niat mencuri muncul, dan Tersangka mengambil handphone tersebut lalu menjualnya untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar ujian anaknya,” ungkap Harli
Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Nurhadi Puspandoyo, S.H., M.H., bersama timnya, menginisiasi penyelesaian kasus ini melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban, yang diterima dengan baik. Tersangka juga membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita korban sebesar Rp2.599.000.
Setelah tercapainya kesepakatan, Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, yang disetujui setelah mempelajari berkas perkara. Permohonan ini kemudian diajukan kepada JAM-Pidum dan disetujui dalam ekspose tersebut.
Selain kasus Aprinaldi, tiga perkara lainnya yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif melibatkan tersangka Indra Lasmana dari Kejaksaan Negeri Sijunjung, Marini.Sy dari Kejaksaan Negeri Agam, dan Subur bin Marhadi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor.
Keputusan untuk menghentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dan korban, tersangka belum pernah dihukum sebelumnya dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Selain itu, ancaman hukuman yang dihadapi tersangka tidak lebih dari lima tahun, proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan atau paksaan.
Masyarakat menyambut positif langkah ini, yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. JAM-Pidum juga memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan peraturan yang berlaku.