JAM PIDUM Kejagung Asep Nana Mulyana Terapkan Keadilan Restoratif pada Kasus Pencurian Handphone di Kalimantan Barat

SEMARANG (Harianterkini.id) – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspos dalam rangka menyetujui tiga permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.

Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme ini adalah kasus pencurian handphone yang melibatkan Tersangka Dani Angga Bayu Sapseta alias Angga bin (Alm) Syamsudin dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang didakwa melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Hal ini disampaikan melalui keterangan tertulis oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Senin (1/7).

“Kejadian bermula ketika korban Muhammad Rajianto, karyawan cafe Pondok Kelapa Muda, sedang men-charger handphone merek OPPO A38 warna hitam miliknya di teras cafe dan tertidur. Saat itu, Tersangka Dani Angga Bayu Sapseta alias Angga bin (Alm) Syamsudin dan Saksi Deo juga menumpang tidur di teras cafe tersebut karena hujan. Ketika terbangun, Tersangka melihat handphone korban dan tanpa izin mengambilnya serta memasukkannya ke dalam tasnya, kemudian pergi menuju Ketapang. Akibat perbuatannya, korban mengalami kerugian sekitar Rp3.120.000.” ungkap Harli

Baca Juga:  Nana Sudjana Dukung Penuh Penyelenggaraan Pilkada yang Lebih Baik dan Menyenangkan

“Mengetahui kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri Ketapang Anthoni Nainggolan, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Novan Arianto, S.H., serta Jaksa Fasilitator Arief Wirawan Atmaja, S.H., menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban, yang kemudian menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum dihentikan.” lanjutnya

Setelah tercapai kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Ketapang mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Edyward Kaban, S.H., M.H., sependapat dan mengajukan permohonan tersebut kepada JAM-Pidum, yang kemudian disetujui dalam ekspos Restorative Justice pada Senin, 1 Juli 2024.

Baca Juga:  Pemkab Cilacap Lakukan Program Vaksin Polio Massal di Pertengahan Januari 2024

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui dua perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu:

Tersangka Saruddin Siregar dari Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara, yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (2) jo. Pasal 356 ke-1 KUHP Subsidair Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 356 ke-1 KUHP tentang Penganiayaan. Tersangka Sitti Dg Kampong dari Kejaksaan Negeri Takalar, yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena beberapa faktor:

Diantaranya, Proses perdamaian telah dilakukan dimana Tersangka meminta maaf dan korban telah memaafkan, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Baca Juga:  Mudik Menggunakan Kendaraan Pribadi, Kapolda Lampung Ajak Pemudik Agar Lebih Berhati-hati

Lebih lanjut, persyaratan lainnya yakni, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat tanpa tekanan, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan masalah ke persidangan karena tidak membawa manfaat lebih besar, [ertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

About Author