Hasil Penelitian Tim Dosen USM Tentang Teknologi Bus Prioritas Berbasis RFID Siap Diterapkan di Simpang Sam Poo Kong Semarang

InShot_20251119_194147420
Bagikan:

KUALA LUMPUR, (Harianterkini.id) – Hasil penelitian tim dosen Universitas Semarang (USM) menawarkan jawaban konkret teknologi sinyal bus prioritas berbasis RFID yang dirancang khusus untuk simpang rawan macet terutama di Simpang Sam Poo Kong.

Hasil penelitian tersebut dipresentasikan dalam The International Conference on Artificial Intelligence and Its Applications (ICON-AI 2025), di Universiti Teknologi Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia, belum lama ini.

Tim Peneliti USM terdiri atas Ketua Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T., anggota Dr. Ari Endang Jayati, S.T., M.T., Elfira N. Ardina, S.T., M.T.rT., Eko S. Hasrito, dan Siti V. Octaviany.

Penelitian tersebut merupakan hasil kerja sama antara tim USM yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T., dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Menurut Prof Mudji, panggilan akrab Prof. Dr. Mudjiastuti, hasil analisis mendalam terhadap data lalu lintas nyata jumlah kendaraan, panjang antrian, durasi lampu lalu lintas, kecepatan rata-rata, hingga jarak antar bus yang dikumpulkan langsung di lokasi.

Baca Juga:  Prosesi Upacara Hari Pancasila di Kota Pekanbaru Tetap Khidmat Walau Dalam Ruangan

Dengan memanfaatkan simulasi canggih berbasis perangkat lunak VISSIM, tim peneliti berhasil merancang sistem pintar yang mampu “mengenali” kedatangan bus umum sebelumnya, lalu secara otomatis memperpanjang waktu hijau lampu lalu lintas agar bus tidak terjebak di antrean.

”Bisa dibayangkan sebuah bus Trans Semarang yang sedang menuju halte berikutnya. Saat bus mendekati simpang Sam Poo Kong, sensor RFID yang terpasang di tiang lampu akan mendeteksi keberadaannya,” katanya.

Dia mengatakan, sistem pengendali pintar kemudian memutuskan jika bus masih jauh dari garis stop, lampu tetap normal, tapi jika bus sudah dekat dan antrian panjang, sistem akan meminta izin untuk memperpanjang durasi lampu hijau selama beberapa detik.

”Ini bukan tentang memberi hak istimewa, melainkan tentang efisiensi,” ujarnya.

Dia menambahkan, dalam dunia transportasi modern, waktu tunggu bus yang terlalu lama bukan hanya membuat penumpang frustrasi, bus juga membuat layanan transportasi massal menjadi tidak menarik, sehingga mendorong lebih banyak orang beralih ke kendaraan pribadi, yang pada akhirnya justru memperparah kemacetan.

Baca Juga:  Dukungan kepada Palestina, SMP Kesatrian 2 Semarang Gelar Sholat Goib

Hasil simulasi menunjukkan dampak nyata: waktu tunggu bus berkurang hingga 27,5%, dari rata-rata 65,2 detik menjadi hanya 47,3 detik.

Panjang antrian kendaraan di simpang juga menyusut 18%, sementara jumlah kendaraan yang bisa melewati simpang dalam satu jam meningkat 6,7%.

Lebih penting lagi, katanya, hal itu membuka peluang bagi kota Semarang untuk menerapkan sistem serupa di simpang-simpang lain, sebagai bagian dari visi Smart City yang inklusif dan berkelanjutan.

Yang membedakan penelitian ini dari studi sebelumnya adalah pendekatan holistiknya.

Banyak penelitian sebelumnya hanya fokus pada prototipe atau simulasi tanpa validasi data lapangan.

Tim ini tidak hanya menggunakan data riil dari lapangan, tetapi juga memvalidasi model simulasi mereka dengan tingkat akurasi sangat tinggi koefisien determinasi (R²) mencapai 0,993, yang berarti model mereka hampir sempurna mereplikasi kondisi nyata.

Baca Juga:  Advokat Senior Kendal Lulus Magister Hukum Universitas Semarang

Dengan dukungan dana dari BRIN dan LPDP, serta kolaborasi erat dengan Dinas Perhubungan Kota Semarang, proyek ini siap masuk tahap implementasi.

Langkah selanjutnya adalah integrasi dengan sistem jadwal Trans Semarang, sehingga bus tidak hanya dapat membuat lampu hijau, tapi juga berkomunikasi dengan pusat pengendalian lalu lintas secara real-time.

Di masa depan, lanjutnya, ketika seorang warga Semarang menaiki bus dan melihatnya meluncur mulus melewati simpang yang biasanya macet, mereka mungkin tak sadar bahwa di balik itu ada puluhan jam kerja keras para peneliti lokal yang percaya bahwa kota yang cerdas adalah kota yang memprioritaskan manusia, bukan mesin.

Di sisi lain Universitas Semarang juga mendapatkan penghargaan dari UTM sebagai mitra host konferen dengan jumlah makalah terbanyak dari satu institusi.***(bgy)