Sukses Pemilu 2024, Butuh Kearifan Media
SEMARANG (Harianterkini.id) – Sukses penyelenggaraan Pemilu 2024, kini menjadi dambaan masyarakat Indonesia. Salah satu indikasi sukses, antara lain bakal terpilihnya pemimpin nasional yang mampu memimpin dengan amanah, berkeadilan dan berkejujuran tinggi, hingga mampu menyejahterakan masyarakat.
Menuju suksesnya agenda nasional tersebut diperlukan kontribusi kearifan media massa dan media sosial di Tanah Air dalam pemberitaan Pemilu 2024.
“Tanpa sikap arif yang mengedepankan nurani dari kalangan media massa dan media sosial, rasanya sulit untuk mewujudkan Pemilu damai berkeadilan yang saat ini didambakan masyarakat,” tegas Ketua PWI Jawa Tengah H Amir Machmud NS, SH MH, pada Halaqoh Ulama yang diselenggarakan MUI Jawa Tengah bekerja sama dengan Badan Kesbangpol Jawa Tengah, di Convention Hall, Masjid Agung Jawa Tengah, Sabtu (6/5).
Halaqoh Ulama seri2, yang digagas MUI Jawa Tengah tersebut, dibuka oleh Ketum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji, MSi, mengetengahkan tema, Peran MUI dalam penguatan Pemilu Damai, dengan subtema Menemukan Pemimpin dan Politisi Santun.
Pada Jumat (5/5) malam tampil tiga narasumber sekaligus secara panel. Yakni Komisioner KPU Jawa Tengah, Ikhwanudin, mengetangahkan tema Syarat Calon Pemimpin Politik: Penekanan dan Catatan atas Persyaratan dalam Peraturan Pemilu, Rektor UIN Walisongo, Semarang, Prof Dr H Imam Taufiq, MAg dengan tema Panduan Ajaran Islam dalam Menemukan Pemimpin Politik yang Santun: Fatwa – Fatwa MUI Terkait, serta Ketua Bidang Fatwa MUI Jawa Tengah KH Kharis Shodaqoh.
Amir Machmud yang berbicara pada sesi akhir Halaqoh menegaskan, mewujudkan kearifan media untuk berpegang teguh kepada idealisme jurnalistik, yang tercover dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, diperkuat dalam Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan, rasanya menjadi tantangan berat di tengah arus industrialisasi media digital saat ini. Fenomenanya, idealisme jurnalistik mainstream, kini sedang dalam kondisi tidak kuat menghadapi arus disrupsi digital, bahkan ada kecenderungan yang ikut arus..
“Yang memperihatinkan, setiap hari informasi yang tersaji di media sosial mencerminkan jurnalisme “iblis” yang penuh nuansa hoaks, bukan jurnalisme “Malaikat” yang didambakan publik. Hal ini sebagai bukti pengaruh kuatnya arus informasi di media sosial yang belum memberi nilai kesantunan, pencerahan dan pemberdayaan. Isu-isu yang diviralkan banyak yang sesungguhnya tidak patut untuk konsumsi publik,” tandas Amir Machmud.
Ketua PWI Jawa Tengah ini mengajak kalangan media massa dan media sosial untuk kembali pada fitrahnya, menjalankan fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontro sosial. Dalam konteks menuju Pemilu 2024, agar mampu memberi warna sebagai media yang jernih, mengawal pemilu agar terselenggara secara jujur, adil, berkualitas serta mampu membangkitkan partisipasi pemilih yang tinggi.
“Kita berharap, media mampu menjadi wadah bagi terlaksananya pendidikan politik yang positif kepada khalayak. Peran ini yang kita tunggu. Dari pemberitaan media, publik agar menjadi paham kapan pemilu diselenggarakan, apakah sudah terdaftar sebagai pemilih, siapa saja mencalonkan dan yang akan dipilih sesuai nurani. Publik paham pula tentang hak dan tanggung jawab dalam Pemilu,” harapnya.
Amir menyatakan respek tinggi atas inisiasi yang dibangun MUI Jawa Tengah menyelenggara Halaqoh Ulama sehingga akan mampu membangun wanaca yang positif untuk suksesnya Pemilu 2024.
Sementara itu, Kiai Kharis Shodaqoh pada hari pertama Halaqoh menyampaikan, sulthon (pemimpin negara) memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan.
Pengasuh Pondok Pesantren AlItqon Bugen Kota Semarang itu mengibaratkan, ketika seorang ulama melihat ada perjudian, kemudian membacakan ayat Alquran tentang haramnya judi, tentu belum tentu bisa membubarkan perjudian tersebut.
“Tapi kalau polisi yang datang, pasti langsung bubar perjudiannya. Penjudinya lari semua. Maka penting sekali sinergi ulama dengan umara,” katanya.
Menurut dia, dalam politik tidak ada istilah santun. Dia setuju MUI berada di tengah-tengah, sebab jika mendorong atau mendukung calon, tentu tidak tepat.