Bendahara Ikatan Alumni Universitas Semarang : Gen-Z Cenderung Self Diagnosis

InShot_20250319_090023251
Bagikan:

SEMARANG, (Harianterkini.id) – Lembaga Training dan Psikologi Center for Mental Health, Psychology, and The Law (CMHPL) Semarang sekaligus Bendahara Ikatan Alumni (IKA) Universitas Semarang (USM), Nurmalitasari, S.Psi, M.Psi, psikolog mengungkapkan, Gen-Z memiliki kecenderungan Self Diagnosis.

Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Talkshow USM Update yang mengusung tema “Fenomena Self Diagnosa pada Gen-Z” di Studio Radio USM Jaya, Gedung N Kampus USM pada Senin kemaren, 17 Maret 2025.

”Self Diagnosis adalah kecenderungan Gen-z untuk mendiagnosa dirinya sendiri tanpa berkonsultasi atau melibatkan pakar profesional kesehatan mental seperti psikolog ataupun psikiater,” kata Ria sapaan akrabnya.

Baca Juga:  Ikuti Apel Ops Lilin 2023, Ferry Wawan Cahyono Pastikan Kesiapan Pengamanan Libur Natal dan Tahun Baru di Kabupaten Kebumen

“Jadi kebanyakan mereka yang self diagnosis itu berdasarkan ilmu cocoklogi,” imbuhnya.

Menurutnya, berbagai faktor dapat memengaruhi Gen-z melakukan self diagnosis yaitu Gen-z merupakan generasi pertama yang tumbuh dengan perkembangan internet yang pesat.

Dimana perkembangan informasi sangat mudah didapatkan dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.

Konten media sosial turut memengaruhi seseorang melakukan Self Diagnosis. Konten bermuatan kesehatan mental menjadi konten yang dapat menarik Gen-z, pasalnya saat ini Gen-z telah sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental.

Baca Juga:  Jelang Lebaran, Kualitas Tol Pekanbaru-Dumai Ditingkatkan

”Saya pernah menangani seseorang yang datang untuk konsultasi, tapi dia sudah bawa diagnosisnya sendiri berdasarkan dari yang dia cari. Bahkan dia sudah mengumpulkan informasi soal sekolah mana aja yang cocok untuk dia,” jelasnya.

Dia mengatakan, kecenderungan melakukan self diagnosis dapat berdampak pada kemungkinan munculnya kesalahan diagnosis, menimbulkan kekhawatiran dan kebingungan pada diri sendiri, hingga overthinking.

”Biasanya mereka akan khawatir karena akses informasinya belum banyak. Mereka juga mungkin kurang paham tentang mana informasi yang relevan dan dapat dipercaya, mana yang tidak,” ungkapnya.

Baca Juga:  Meriahkan Tahun Baru Imlek, Hotel Ciputra Semarang Sukses Gelar Chinese New Year Buffet Dinner

Oleh karena itu, Ria menyarankan untuk mendatangi seorang profesional atau pakar agar mendapatkan hasil diagnosis yang lebih relevan dan terpercaya.

”Kalau untuk menjawab rasa kepo saja tidak masalah, tapi jangan sampai info yang kita dapatkan menjadi acuan untuk mendiagnosis diri sendiri,” pungkasnya.

“Bisa jadi orang menjadi lebih overthinking ketika melakukan self diagnosis dibandingkan sebelum melakukannya. Lebih baik segera konsultasi ke profesional agar tidak menerka-nerka dan bingung sendiri,” tegasnya.***(bgy)